Oleh : Galih Ardin Dipublikasikan oleh : pajak.go.id  BPS baru saja secara merilis laporan yang menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Ind...

Menahan Gejolak Ekonomi dengan Insentif Pajak

Oleh : Galih Ardin
Dipublikasikan oleh : pajak.go.id

 BPS baru saja secara merilis laporan yang menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada triwulan keempat tahun 2021 adalah sebesar 5,02% y.o.y. Padahal, pada periode yang sama tahun sebelumnya, ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan negatif sebesar -2.17%. Bahkan, dibandingkan dengan negara lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan keempat tahun 2021 tersebut masih lebih tinggi daripada China dan Korea Selatan yang tumbuh sebesar 4.0% dan 4.1% (BPS, 2022).


Lebih lanjut, BPS menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2021 ini didominasi oleh sektor perdagangan dan reparasi, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan dan konstruksi. Sedangkan dari segi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2021 didominasi oleh kegiatan ekspor-impor, konsumsi pemerintah, dan konsumsi rumah tangga.


Apabila menengok ke belakang, maka keberhasilan Indonesia mendongkrak pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi Covid-19 ini tidak lepas dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang digulirkan sejak 2020. Melalui program tersebut, pemerintah berusaha memberikan berbagai stimulus untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dalam menjalankan usahanya selama pandemi Covid-19 (Kemenkeu, 2020).

Salah satu bentuk stimulus yang diberikan pemerintah dalam program PEN adalah insentif perpajakan. Paling tidak, ada enam insentif perpajakan yang diterbitkan pemerintah untuk membantu wajib pajak yang terdampak pandemi Covid-19. Di antaranya adalah insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah, insentif PPh Final UMKM, insentif PPh Pasal 22 Impor, insentif angsuran PPh Pasal 25, insentif pengembalian pendahuluan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipercepat, dan insentif PPh Final Jasa Konstruksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23/PMK.03/2020 sebagaimana diubah terakhir dengan PMK Nomor 3/PMK.03/2022.

Bahkan, melalui PMK Nomor 03/PMK.03/2022 tersebut pemerintah kembali memberikan insentif perpajakan pada 2022. Hal ini semata dilakukan karena insentif pajak yang diberikan sejak 2020 terbukti ampuh menjaga daya beli masyarakat dan melindungi pelaku usaha dari guncangan ekonomi akibat pandemi Covid-19.


Berdasarkan analisis DJP diketahui bahwa hampir seluruh wajib pajak mengalami penurunan omzet pada masa pandemi ini. Namun demikian, wajib pajak yang memanfaatkan insentif perpajakan umumnya mengalami penurunan omzet pada tingkat yang lebih ringan daripada wajib pajak yang tidak memanfaatkan insentif tersebut (Kemenkeu, 2021).


Dalam APBN Kita, Kemenkeu (2021) juga menyebutkan bahwa secara umum hampir semua wajib pajak melakukan pengurangan jumlah karyawan pada masa pandemi ini. Namun demikian, wajib pajak yang memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 umumnya mengalami pengurangan karyawan yang lebih sedikit dibandingkan dengan wajib pajak yang tidak memanfaatkan insentif tersebut (Kemenkeu, 2021).


Selanjutnya, dari sisi kegiatan impor – ekspor juga diketahui bahwa wajib pajak yang memanfaatkan insentif PPh Pasal 22 impor secara umum melakukan kegiatan importasi memiliki volume impor yang lebih baik dibandingkan dengan wajib pajak yang tidak memanfaatkan insentif tersebut.


Selain itu, berdasarkan analisis DJP juga diketahui bahwa wajib pajak yang memanfaatkan insentif PPh Pasal 22 impor melakukan kegiatan ekspor pada level dan volume yang lebih baik dibandingkan dengan wajib pajak yang tidak memanfaatkannya, kecuali untuk wajib pajak dengan omzet Rp5–10 miliar. Hal ini cukup membuktikan bahwa insentif PPh Pasal 22 impor membantu ketahanan para wajib pajak dalam berusaha.


Berikutnya dalam APBN Kita, Kemenkeu (2021) juga menyampaikan bahwa wajib pajak yang memanfaatkan insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25 mengalami penjualan dalam negeri pada level yang lebih baik dibandingkan dengan wajib pajak yang tidak memanfaatkan insentif tersebut. Selain itu, Kemenkeu (2021) juga menyebutkan bahwa wajib pajak yang memanfaatkan insentif PPh Pasal 25 mengalami pembelian dalam negeri pada volume yang lebih baik dibandingkan dengan wajib pajak yang tidak memanfaatkan.


Hasil analisis yang dilakukan oleh DJP rupanya senada dengan hasil survei yang dilakukan terhadap wajib pajak. Untuk memetakan kondisi wajib pajak di tengah pandemi Covid-19, maka Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak paling tidak telah melaksanakan dua kali survei.


Survei pertama dilaksanakan pada 21 Juli sampai dengan 7 Agustus 2020. Sebanyak 12.822 responden dilaporkan telah berpartisipasi aktif dalam pengisian survei. Berdasarkan hasil survei tersebut diketahui bahwa secara umum sebanyak 86 persen wajib pajak mengalami penurunan usaha pada masa pandemi yang terjadi pada 2020.


Hasil ini sejalan dengan survei yang dilakukan oleh World Bank yang menyatakan bahwa 82 persen pelaku usaha di Indonesia mengalami penurunan omzet pada semester pertama tahun 2020. Survei pertama tersebut juga mengungkap bahwa 87 persen pelaku usaha mengalami penurunan laba, serta lebih dari 70 persen responden menyatakan kas yang mereka miliki hanya untuk jangka pendek.  


Selanjutnya, guna mengetahui perkembangan kondisi wajib pajak sekaligus menangkap persepsi wajib pajak terhadap insentif pajak maka Direktorat Jenderal pajak melaksanakan survei kedua pada akhir Desember 2020.


Berdasarkan hasil survei tersebut diketahui bahwa enam dari sepuluh wajib pajak telah memanfaatkan insentif pajak pada 2020. Selanjutnya, berdasarkan hasil survei tersebut juga diketahui bahwa dua dari tiga wajib pajak yang memanfaatkan insentif perpajakan menyatakan bahwa insentif tersebut membantu relaksasi kemampuan keuangan wajib pajak pada masa pandemi.


Berdasarkan uraian tersebut di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa secara umum wajib pajak terdampak pandemi Covid-19. Hal ini tercermin dari penurunan penjualan, penurunan laba dan penurunan kecukupan kas dalam jangka pendek. Namun demikian, insentif perpajakan yang digulirkan oleh pemerintah sejak awal pandemi dianggap mampu membantu wajib pajak yang terdampak pandemi covid-19.


Hal ini didukung oleh hasil survei dan analisis yang menyebutkan bahwa yang memanfaatkan insentif perpajakan umumnya mempunyai kinerja pejualan lokal, ekspor, omzet, pembelian lokal dan impor yang lebih baik dibandingkan wajib pajak yang tidak memanfaatkan insentif. Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila insentif pajak dinilai sebagai salah satu instrumen fiskal yang mampu menjaga daya beli masyarakat, melindungi pelaku usaha, dan mendorong kinerja ekspor-impor di masa sulit pandemi Covid-19.

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

0 komentar: