Kemarin sembari menunggu bidadari surgaku menyelesaikan pekerjaannya (halah), tak sengaja saya melihat sekilas buku yang berjudul Membang...

Resensi : Membangun Tambang di Ujung Dunia

Kemarin sembari menunggu bidadari surgaku menyelesaikan pekerjaannya (halah), tak sengaja saya melihat sekilas buku yang berjudul Membangun Tambang di Ujung Dunia karangan A.R. Soehoed. 

Buku ini banyak bercerita tentang sejarah pengembangan PT Freeport Indonesia (PTFI) di tanah Papua. Pada awalnya tanah Papua tidak banyak dilihat penjelajah sebagai pulau yang menarik. Catatan tertua mengenai pulau Papua ditulis oleh pelaut bangsa Spanyol pada abad ke 15, penjelajah tersebut mengatakan bahwa ia melihat kilatan cahaya (pantulan salju) di suatu pulau yang kini di sebut papua. atas ceritanya itu, penjelajah tersebut ditertawakan oleh penjelajak lainnya, karena mereka berfikir tidak mungkin ada salju di daratan yang berdekatan dengan equator.

Pada Tahun-tahun berikutnya pelaut dari portugis datang ke sana, mengitarinya untuk membuktikan bahwa dataran tersebut merupakan sebuah pulau. Akhirnya oleh pelaut portugis tersebut, pulau itu dinamakan Nova Guiniea. Nova berarti baru, Guniea berarti sebutan bagi Ethiopia pada masa itu.

Pada masa Perang Dunia I, wilayah timur nusantara terbagi dalam beberapa kekuasaan, belanda (netherlands) menguasai bagian barat pulau yang berbentuk cenderawasih itu. Sementara Inggris menguasai bagian selatan (australia) dan Spanyol menguasai bagian utara (filipina & arafura). Oleh belanda, nama Nova Guiniea diganti menjadi Niuw Guiniea (gak penting banget, ganti2 nama pulau milik pribumi). Pada masa itu dibangun beberapa benteng di papua untuk mengamankan kepentingan mereka. 

Jika sebelumnya penjelajahan atas pulau papua hanya dilakukan di garis pantainya saja, maka pada abad ke XIX, penjelajahan ke dalam pulau tersebut mulai dilakukan, baik penjelajahan ilmiah maupun militer. 3 penjelajah pertama oleh ilmuan belanda dipimpin oleh Cartenz mencoba menaklukkan puncak salju di pulau tersebut. Penjelajahan tersebut gagal mencapai puncak salju karena medan yang sulit serta perbekalan makanan yang kurang. Tapi ada poin penting dalam penjelajahan tersebut, para ilmuan menemukan bahwa tanah di gunung salju tersebut mengandung mineral perak, tembaga serta emas dalam kadar yang tinggi.

Pada Tahun 1936, Coljin dan Jean Jacques Dozy melakukan pendakian kembali terhadap puncak jaya wijaya dan menemukan erstberg (ditemukan? memang gunungnya ilang apa?). Secara singkat, pada tahun tahun berikutnya RI dan Freeport US menjajaki hubungan kerjasama sebagai berikut:
  • 1960 - Ekspedisi Freeport dipimpin Forbes Wilson & Del Flint menjelajah Ertsberg.
  • 1963 - Serah terima Nederlands Nieuw-Guinea dari pihak Belanda ke PBB, yang pada gilirannya mengalihkannya ke Indonesia. Rencana proyek tambang ditangguhkan akibat kebijaksanaan pemerintahan Soekarno.
  • 1966 - Peralihan kekuasaan penuh dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto. Pembentukan pemerintahan baru yang mendorong investasi sektor swasta serta langkah-langkah reformasi ekonomi lainnya. Freeport diundang ke Jakarta untuk pembicaraan awal mengenai kontrak tambang di Ertsberg.
  • 1967 - Penandatanganan Kontrak Karya untuk masa 30 tahun, yang menjadikan PTFI sebagai kontraktor eksklusif tambang Ertsberg di atas wilayah 10 km persegi.
  • 1969 - Negosiasi kontrak penjualan jangka panjang dan perjanjian proyek pendanaan. Studi kelayakan selesai dan disetujui.
  • 1970 - Pembangunan proyek berskala penuh dimulai.
  • 1970 - Uji coba pengapalan pertama ekspor konsentrat tembaga dari Ertsberg
  • 1973 - Peluncuran proyek, dan lokasi kota dinamakan Tembagapura. Proyek Ertsberg mulai beroperasi. 
  • 1975 - Kegiatan eksplorasi dimulai atas cadangan bawah tanah tembaga pada Gunung Bijih Timur (GBT).
  • 1976 - Pemerintah Indonesia membeli 8,5% saham PTFI dari Freeport Minerals Company dan investor lain.
  • 1978 - Studi kelayakan proyek tambang bawah tanah GBT disetujui.
  • 1981 - Tambang bawah tanah GBT mulai beroperasi.
  • 1985 - Tambahan cadangan tembaga bawah tanah ditemukan di bawah tambang bawah tanah GBT.
  • 1987 - Setelah mengalami beberapa kali pengembangan produksi rata-rata meningkat menjadi 16.400 ton/hari dua kali lipat dari rencana awal pada tahun 1967 cadangan total menjadi 100 juta ton metrik.
  • 1988 - Cadangan Grasberg ditemukan, melipatgandakan cadangan total menjadi 200 juta ton metrik.
  • 1989 - Perluasan hingga 32.000 ton/hari disetujui, dan kajian untuk perluasan hingga 52.000 selesai.
    - Pemerintah Indonesia mengeluarkan izin untuk melakukan eksplorasi tambahan di atas 61.000 hektar.
  • 1990 - Pekerjaan konstruksi berlanjut atas perluasan hingga 52.000 ton/hari.
  • 1991 - Penandatanganan Kontrak Karya baru dengan masa berlaku 30 tahun berikut dua kali perpanjangan 10 tahun ditandatangani bersama Pemerintah Indonesia.
    - Hingga akhir tahun, total cadangan berjumlah hampir 770 juta ton metrik. 
  • 1992 - Kajian perluasan hingga 90.000 ton/hari disetujui. Sementara produksi rata-rata sebesar 58.000 ton/hari, pekerjaan berlanjut untuk meningkatkan kapasitas hingga 66.000 ton/hari
  • 1993 - PTFI melakukan privatisasi atas beberapa aset non-tambang tertentu.
    - Peningkatan hingga 115.000 ton/hari disetujui.
    - FCX membeli RTM (pabrik peleburan di Spanyol).
    - Hingga akhir tahun, total cadangan mencapai hampir 1,1 miliar ton metrik.
  • 1994 - Studi Dampak Lingkungan Hidup 160.000 ton/hari PTFI disetujui.
    - Pengumuman tentang usaha patungan pabrik peleburan PT Smelting di Gresik.
  • 1995 - PTFI menandatangani kerjasama dengan Rio Tinto.
    - Kota baru di dataran rendah, Kuala Kencana, diresmikan.
    - Bersamaan dengan Konsentrator #3, peningkatan hingga 125.000 ton/hari yang melebihi rencana selesai sebelum waktunya dan di bawah anggaran.
    - Kegiatan eksplorasi berlanjut yang bersebelahan dengan kegiatan operasional mengidentifikasi daerah-daerah baru yang memiliki potensi mineralisasi yang signifikan, yakni "Segitiga Emas".
    - Penambahan tambang bawah tanah Grasberg meningkatkan cadangan menjadi 1,9 miliar ton metrik hingga akhir tahun.
  • - Tambahan cadangan yang cukup signifikan berasal dari DOZ dan Kucing Liar meningkatkan cadangan total menjadi hampir 2,5 miliar ton metrik
Setelah membaca buku tersebut jadi terhenyak, negeri semakmur ini tapi gunung emasnya dikuasai oleh Amerika, dikendalikan dari Arizona, konsentratnya dijual ke seluruh penjuru dunia, emasnya untuk cadangan devisa amerika (lagi) dan yang lebih heboh pemerintah Indonesia hanya memiliki 8% dari seluruh saham PTFI.
 
Jadi kalau menurut saya, wajarlah kalau rakyat papua ingin merdeka, lha nenek moyang mereka mewariskan gunung emas, tapi pendidikan anak2 mereka masih terbelakang, harkat kehidupan mereka masih tidak dihargai, masih termarjinalkan oleh gemerlapnya jakarta.

0 komentar: