Dulu waktu jamannya kuliah, mata kuliah yg tersulit dan termales menurutku ya KUP, selain karena penuh aturan (hukum...

KUP: NPWP

             
Dulu waktu jamannya kuliah, mata kuliah yg tersulit dan termales menurutku ya KUP, selain karena penuh aturan (hukum formal bok), juga karena dasarnya males. Di sini, saya gak bermaksud lebih pinter atau lebih keren, tapi daripada ilmu yg dipelajari kemaren-kemaren ilang/angus/menguap, nah mending saya refresh, sekalian nulis kan jadi inget, dulu pak dosennya nerangin apa.

Kali ini yang akan kita bicarakan adalah NPWP, KUP dan teman-temannya. hayo, pemirsa sekalian dh pada punya belum NPWP? Nah, secara bertahap nanti kita akan bicarakan mengenai NPWP, PKP, jangka waktu dsb.

Pengertian NPWP dan Pengukuhan PKP.
          NPWP adalah nomor yang diberikan kepada WP sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas WP dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya (Pasal 1 angka 6 UU KUP). NPWP diberikan kepada WP Orang Pribadi atau Badan yang berdasarkan UU PPh dikenai kewajiban perpajakan baik kewajiban perpajakan atas dirinya sendiri ataupun kewajiban memungut atau memotong PPh pihak lain (withholding tax). NPWP terdiri dari 15 (lima belas) digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan Kode WP dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan Kode Administrasi Perpajakan.
01.234.567.8 – 999 . 000

Kode WP             Kode KPP    Kode cabang

Pengukuhan PKP adalah kewajiban bagi WP sebagai pengusaha yang menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) atau ekspor BKP yang atas penyerahan atau ekspor BKP tersebut terutang PPN sebagaimana ditentukan oleh UU PPN 1984. Fungsi Pengukuhan PKP selain dipergunakan untuk mengetahui identitas PKP yang sebenarnya, juga berguna untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang PPN dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) serta untuk pengawasan administrasi perpajakan.

Yang wajib mendaftarkan diri dan kepadanya diberikan NPWP.
          Dalam pasal 2 ayat (1) UU KUP dinyatakan bahwa :
”Setiap WP yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif  sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan WP dan kepadanya diberikan NPWP”.

WP adalah Orang Pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Yang dimaksud dengan persyaratan subjektif adalah sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam UU PPh 1984 dan perubahannya.
Sedangkan persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/ pemungutan sesuai UU PPh 1984 dan perubahannya.

Timbulnya kewajiban pajak subjektif sebagaimana diatur dalam UU PPh 1984 dapat diuraikan sebagai berikut :
A.
orang pribadi sebagai subjek pajak dalam negeri, dimulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan, berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
B.
badan, dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia;
C.
orang pribadi atau badan sebagai subjek pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia, dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia;
D.
orang pribadi atau badan sebagai subjek pajak luar negeri yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia, dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia;
E.
warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak, dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi tersebut.

WP yang memenuhi persyaratan subjektif dan objektif secara formal dijabarkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008 adalah sebagai berikut :
a)
WP Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas, yaitu pekerjaan yang dilakukan oleh Orang Pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
b)
WP Badan yaitu sekumpulan orang dan/atau modal yg merupakan kesatuan baik yg mela kukan usaha maupun yg tidak melakukan usaha, meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutu an, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan BUT.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 mengenai bentuk badan lainnya disinggung bahwa dalam rangka pengukuhan Pengusaha sebagai PKP, termasuk dalam pengertian bentuk badan lainnya adalah bentuk kerjasama operasi.
c)
WP Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas, apabila jumlah penghasilannya sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Dari uraian mengenai kewajiban pajak subjektif dalam UU PPh 1984 diketahui bahwa timbulnya kewajiban pajak subjektif berlaku bagi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Yang membedakan adalah, timbulnya kewajiban subjektif subjek pajak luar negeri bersamaan dengan timbulnya kewajiban pajak objektif (menjalankan usaha melalui BUT atau menerima/memperoleh penghasilan). Sementara itu dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008, tidak diatur mengenai kewajiban mendaftarkan diri bagi subjek pajak luar negeri. Kiranya menjadi jelas bahwa yang dimaksud dengan memenuhi persyaratan subjektif dalam Pasal 2 angka 1 UU KUP adalah persyaratan subjektif orang pribadi atau badan sebagai subjek pajak dalam negeri. Dan memang demikian kelazimannya.
Kewajiban mendaftarkan diri berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah karena hidup berpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta (PP Nomor 80 Tahun 2007).
Warisan yang belum terbagi dalam kedudukannya sebagai Subjek Pajak menggunakan NPWP dari WP Orang Pribadi yang meninggalkan warisan tersebut.
Yang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP.
          Dalam pasal 2 ayat (2) disebutkan bahwa :
“Setiap WP sebagai Pengusaha yg dikenai pajak berdasarkan UU PPN 1984 dan perubahannya, wa jib melaporkan usahanya pada kantor DJP yg wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi PKP”.
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean (Pasal 1 butir 4 UU KUP).
Dalam Pasal 1 butir 15 UU PPN 1984, PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP yang dikenakan pajak berdasarkan UU ini, tidak termasuk Pengusaha Kecil, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP. Dalam UU PPN 1984 pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP yang tergolong pengusaha kecil tidak diwajibkan untuk dikukuhkan sebagai PKP, kecuali pengusaha kecil tersebut memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP. Batasan Pengusaha Kecil berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 571/KMK.03/2003 adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Disamping itu dalam Pasal 3A ayat 1 UU PPN 1984 disebutkan bahwa, yang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP selain pengusaha yang menyerah kan BKP atau JKP, juga termasuk pengusaha yang melakukan ekspor BKP.

Jangka waktu pendaftaran dan/atau melaporkan usaha.
          Berdasarkan PMK No. 20/PMK.03/2008, jangka waktu pendaftaran dan pelaporan usaha diatur sebagai berikut :
A.
Jangka waktu pendaftaran :
·         WP Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas dan WP Badan, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan. Saat usaha mulai dijalankan adalah saat pendirian, atau saat usaha/pekerjaan bebas nyata-nyata mulai dilakukan;
·         WP orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas, apabila jumlah penghasilannya sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi PTKP, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama pada akhir bulan berikutnya;
B.
Jangka waktu pelaporan usaha :
·         WP yg memenuhi ketentuan sebagai PKP, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP sebelum melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP;
·         Pengusaha Kecil, yang :


1.
memilih sebagai PKP; atau



2.
tidak memilih sebagai PKP tetapi sampai dengan suatu bulan dalam suatu tahun buku jumlah nilai peredaran bruto atas penyerahan BKP melampaui batasan yang ditentukan sebagai Pengusaha Kecil,



wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lama akhir bulan berikutnya.



Tempat pendaftaran dan pelaporan usaha.
a.      WP mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal bagi WP Orang Pribadi dan tempat kedudukan bagi WP Badan atau ke KPP tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
b.      WP Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas di beberapa tempat atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan tempat tinggal, selain mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal juga mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat kegiatan usaha WP.
c.       Dalam hal tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak berada dalam 2 (dua) atau lebih wilayah kerja KPP, Dirjen Pajak dapat menetapkan KPP tempat WP terdaftar.

A. Tempat pendaftaran WP Orang Pribadi pengusaha tertentu
          ”Dirjen Pajak dapat menetapkan tempat pendaftaran pada kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dan kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan, bagi WP Orang Pribadi pengusaha tertentu.” (Pasal 2 ayat 3 huruf b UU KUP)
WP Orang Pribadi pengusaha tertentu, yaitu WP orang pribadi yang mempunyai tempat usaha tersebar di beberapa tempat, misalnya pedagang elektronik yang mempunyai toko di beberapa pusat perbelanjaan, di samping wajib mendaftarkan diri pada kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal WP, juga diwajibkan mendaftarkan diri pada kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha WP dilakukan.

B. Tempat pelaporan usaha.
          WP sebagai PKP melaporkan usahanya ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha WP atau ke KPP tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Penerbitan NPWP dan/atau Pengukuhan PKP secara jabatan.
          Ketentuan mengenai penerbitan  NPWP secara jabatan  dan  pengukuhan PKP secara jabatan diatur dalam Pasal 2 ayat (4) UU KUP, yang berbunyi :
Dirjen Pajak menerbitkan NPWP dan/atau mengukuhkan PKP secara jabatan apabila WP atau PKP tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2).”
Penerbitan NPWP dan/atau pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Dirjen Pajak ternyata Orang Pribadi atau Badan atau Pengusaha tsb. telah memenuhi syarat untuk memperoleh NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP.
 “Kewajiban perpajakan bagi WP yang diterbitkan NPWP dan/atau yang dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan dimulai sejak saat WP memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya NPWP dan/atau dikukuhkannya sebagai PKP”. (Pasal 2 ayat (4a) UU KUP
Misalkan terhadap WP diterbitkan NPWP secara jabatan pada tahun 2008, maka kewajiban perpajakannya dihitung sejak tahun 2003 sepanjang memenuhi persyaratan subjektif dan objektif berdasarkan data yang ada.

Sanksi berkaitan dengan kewajiban mendaftarkan diri dan melaporkan usaha.
          Sanksi berkaitan dengan tidak dipenuhinya kewajiban mendaftarkan diri dan melaporkan usahanya dapat berupa sanksi administrasi atau sanksi pidana.
Sanksi administrasi adalah berupa bunga 2% per bulan paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya SKP KB sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat 2 UU KUP.
Sanksi pidana diatur pada pasal 39 ayat 1 huruf a dan b yang berbunyi:
“Setiap orang yang dengan sengaja : a. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP; b. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP; sehingga dapat menimbul kan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.”
Pidana tersebut ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan (Pasal 39 ayat 2 UU KUP).
Dalam Pasal 39 ayat 3 dinyatakan bahwa setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.

Penghapusan NPWP dan Pencabutan Pengukuhan PKP.
          Penghapusan NPWP adalah tindakan menghapus NPWP  dari tata usaha KPP.
Penghapusan NPWP hanya ditujukan untuk kepentingan tata usaha perpajakan, dan tidak menghilangkan kewajiban perpajakan yang harus dilakukan WP yang bersangkut an. Berdasarkan Pasal 2 ayat 6 UU KUP dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008, penghapusan NPWP dilakukan apabila :
A.
diajukan permohonan penghapusan NPWP oleh :

1)
WP dan/atau ahli warisnya karena WP sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;


2)
WP Badan dalam rangka likuidasi atau pembubaran karena penghentian atau penggabungan usaha;


3)
Wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; atau


4)
WP BUT menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; atau

B.
dianggap perlu oleh Dirjen Pajak untuk menghapuskan NPWP dari WP yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Penghapusan NPWP bagi wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan dapat dilakukan dalam hal suami dari wanita tersebut telah terdaftar sebagai WP.

Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (7) UU KUP dinyatakan bahwa “Dirjen Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan penghapusan NPWP dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk WP Orang Pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk WP Badan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.”
Apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan Dirjen Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan penghapusan NPWP itu dianggap dikabulkan, dan Dirjen Pajak harus menerbitkan surat keputusan penghapusan NPWP dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir (Per.Menkeu 20/2008).
Penghapusan NPWP dilakukan apabila utang pajak telah dilunasi atau hak untuk melakukan penagihan telah daluwarsa, kecuali dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa utang pajak tersebut tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi, antara lain karena :
a)
WP Orang Pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan serta tidak mempunyai ahli waris atau ahli waris tidak dapat ditemukan; atau
b)
WP tidak mempunyai harta kekayaan.

Pencabutan Pengukuhan PKP.
“Dirjen Pajak karena jabatan atau atas permohonan WP dapat melakukan pencabutan pengukuhan PKP”. (Pasal 2 ayat 8 UU KUP)
Pencabutan Pengukuhan PKP hanya ditujukan untuk kepentingan tata usaha perpajakan, dan tidak menghilangkan kewajiban perpajakan yang harus dilakukan PKP ybs. Pencabutan pengukuhan PKP dapat dilakukan karena jabatan atau atas permohonan WP.
Selanjutnya pasal 2 ayat (9) UU KUP mengatakan “Dirjen Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan PKP dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap”.
Apabila jangka waktu tersebut telah lewat, Dirjen Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka permohonan Pencabutan Pengukuhan PKP dianggap dikabulkan dan surat keputusan mengenai Pencabutan PKP harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir. (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008).
Pencabutan Pengukuhan PKP tersebut dapat dilakukan dalam hal :
  • PKP pindah alamat ke wilayah kerja KPP lain; atau
  • Sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai PKP atau termasuk PKP yang jumlah peredaran dan/atau penerimaan brutonya untuk suatu tahun buku tidak melebihi batas jumlah peredaran dan/atau penerimaan bruto untuk Pengusaha Kecil.

0 komentar: