Kali ini yang akan kita bicarakan adalah NPWP, KUP dan teman-temannya. hayo, pemirsa sekalian dh pada punya belum NPWP? Nah, secara bertahap nanti kita akan bicarakan mengenai NPWP, PKP, jangka waktu dsb.
Pengertian NPWP dan Pengukuhan PKP.
|
||||||||
NPWP adalah nomor yang diberikan
kepada WP sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan
sebagai tanda pengenal diri atau identitas WP dalam melaksanakan hak dan
kewajiban perpajakannya (Pasal 1 angka 6 UU KUP). NPWP diberikan kepada WP
Orang Pribadi atau Badan yang berdasarkan UU PPh dikenai kewajiban perpajakan
baik kewajiban perpajakan atas dirinya sendiri ataupun kewajiban memungut
atau memotong PPh pihak lain (withholding
tax). NPWP terdiri dari 15 (lima belas) digit, yaitu 9 (sembilan) digit
pertama merupakan Kode WP dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan Kode Administrasi
Perpajakan.
![]() ![]() ![]()
Kode WP Kode KPP Kode cabang
|
||||||||
Pengukuhan PKP adalah
kewajiban bagi WP sebagai pengusaha yang menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP)
atau Jasa Kena Pajak (JKP) atau ekspor BKP yang atas penyerahan atau ekspor
BKP tersebut terutang PPN sebagaimana ditentukan oleh UU PPN 1984. Fungsi
Pengukuhan PKP selain dipergunakan untuk mengetahui identitas PKP yang
sebenarnya, juga berguna untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang PPN
dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) serta untuk pengawasan
administrasi perpajakan.
|
||||||||
Yang wajib mendaftarkan diri dan kepadanya
diberikan NPWP.
Dalam pasal 2 ayat (1) UU KUP
dinyatakan bahwa :
|
||||||||
”Setiap WP yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal atau tempat kedudukan WP dan kepadanya diberikan NPWP”.
|
||||||||
WP adalah Orang Pribadi
atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang
mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Yang dimaksud dengan
persyaratan subjektif adalah sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak
dalam UU PPh 1984 dan perubahannya.
Sedangkan persyaratan
objektif adalah persyaratan bagi
subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk
melakukan pemotongan/ pemungutan sesuai UU PPh 1984 dan perubahannya.
|
||||||||
Timbulnya kewajiban
pajak subjektif sebagaimana diatur dalam UU PPh 1984 dapat diuraikan sebagai
berikut :
|
||||||||
A.
|
orang pribadi sebagai subjek
pajak dalam negeri, dimulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan,
berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
|
|||||||
B.
|
badan, dimulai pada saat badan
tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia;
|
|||||||
C.
|
orang pribadi atau badan sebagai
subjek pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia, dimulai pada saat orang
pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
BUT di Indonesia;
|
|||||||
D.
|
orang pribadi atau badan sebagai
subjek pajak luar negeri yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di
Indonesia, dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia;
|
|||||||
E.
|
warisan yang belum terbagi
sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak, dimulai pada saat timbulnya
warisan yang belum terbagi tersebut.
|
|||||||
WP yang memenuhi persyaratan subjektif dan
objektif secara formal dijabarkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
20/PMK.03/2008 adalah sebagai berikut :
|
||||||||
a)
|
WP Orang Pribadi yang menjalankan
usaha atau melakukan pekerjaan bebas,
yaitu pekerjaan yang dilakukan oleh Orang Pribadi yang mempunyai keahlian
khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh
suatu hubungan kerja.
|
|||||||
b)
|
WP Badan yaitu sekumpulan orang dan/atau
modal yg merupakan kesatuan baik yg mela kukan usaha maupun yg tidak
melakukan usaha, meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama
dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutu
an, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak
investasi kolektif dan BUT.
Dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 mengenai bentuk badan lainnya disinggung
bahwa dalam rangka pengukuhan
Pengusaha sebagai PKP, termasuk dalam pengertian bentuk badan lainnya adalah
bentuk kerjasama operasi.
|
|||||||
c)
|
WP Orang Pribadi yang tidak
menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas, apabila jumlah
penghasilannya sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
|
|||||||
Dari uraian mengenai kewajiban pajak subjektif
dalam UU PPh 1984 diketahui bahwa timbulnya kewajiban pajak subjektif berlaku
bagi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Yang membedakan
adalah, timbulnya kewajiban subjektif subjek pajak luar negeri bersamaan
dengan timbulnya kewajiban pajak objektif (menjalankan usaha melalui BUT atau
menerima/memperoleh penghasilan). Sementara itu dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008, tidak diatur mengenai kewajiban mendaftarkan
diri bagi subjek pajak luar negeri. Kiranya menjadi jelas bahwa yang dimaksud
dengan memenuhi persyaratan subjektif dalam Pasal 2 angka 1 UU KUP adalah
persyaratan subjektif orang pribadi atau badan sebagai subjek pajak dalam
negeri. Dan memang demikian kelazimannya.
Kewajiban mendaftarkan diri berlaku pula
terhadap wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah karena hidup berpisah berdasarkan keputusan
hakim atau dikehendaki secara tertulis
berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta (PP Nomor 80 Tahun
2007).
Warisan yang belum terbagi dalam kedudukannya
sebagai Subjek Pajak menggunakan NPWP dari WP Orang Pribadi yang meninggalkan
warisan tersebut.
|
||||||||
Yang
wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP.
Dalam pasal 2 ayat (2) disebutkan bahwa :
|
||||||||
“Setiap WP
sebagai Pengusaha yg
dikenai pajak berdasarkan UU
PPN 1984 dan perubahannya, wa jib melaporkan
usahanya pada kantor DJP yg wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi PKP”.
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam
bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan
barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan,
memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha
jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean (Pasal 1 butir 4 UU
KUP).
Dalam Pasal 1 butir 15 UU PPN 1984, PKP adalah
pengusaha yang melakukan penyerahan
BKP dan atau penyerahan JKP yang dikenakan pajak berdasarkan UU ini, tidak
termasuk Pengusaha Kecil, kecuali
Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP. Dalam UU PPN
1984 pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP yang
tergolong pengusaha kecil tidak diwajibkan untuk dikukuhkan sebagai PKP,
kecuali pengusaha kecil tersebut memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Batasan Pengusaha Kecil berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
571/KMK.03/2003 adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan
penyerahan BKP dan atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan
bruto tidak lebih dari Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Disamping itu dalam Pasal 3A
ayat 1 UU PPN 1984 disebutkan bahwa, yang wajib melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai PKP selain pengusaha yang menyerah kan BKP atau JKP, juga
termasuk pengusaha yang melakukan ekspor BKP.
|
||||||||
Jangka
waktu pendaftaran dan/atau melaporkan usaha.
|
||||||||
Berdasarkan PMK No. 20/PMK.03/2008, jangka waktu pendaftaran dan
pelaporan usaha diatur sebagai berikut :
|
||||||||
A.
|
Jangka waktu pendaftaran :
·
WP Orang
Pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas dan WP Badan,
wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama 1 (satu) bulan
setelah saat usaha mulai dijalankan. Saat usaha mulai dijalankan adalah saat
pendirian, atau saat usaha/pekerjaan bebas nyata-nyata mulai dilakukan;
·
WP orang
pribadi yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas,
apabila jumlah penghasilannya sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan
telah melebihi PTKP, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling
lama pada akhir bulan berikutnya;
|
|||||||
B.
|
Jangka waktu pelaporan usaha :
·
WP yg
memenuhi ketentuan sebagai PKP, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai PKP sebelum melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP;
·
Pengusaha Kecil, yang :
|
|||||||
1.
|
memilih sebagai PKP; atau
|
|||||||
2.
|
tidak memilih sebagai PKP tetapi
sampai dengan suatu bulan dalam suatu tahun buku jumlah nilai peredaran bruto
atas penyerahan BKP melampaui batasan yang ditentukan sebagai Pengusaha
Kecil,
|
|||||||
wajib melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai PKP paling lama akhir bulan berikutnya.
|
||||||||
Tempat
pendaftaran dan pelaporan usaha.
|
||||||||
a.
WP
mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal bagi WP Orang Pribadi dan tempat
kedudukan bagi WP Badan atau ke KPP tertentu sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
b.
WP
Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas di
beberapa tempat atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan tempat
tinggal, selain mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal juga mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi
tempat-tempat kegiatan usaha WP.
c.
Dalam
hal tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak
berada dalam 2 (dua) atau lebih wilayah kerja KPP, Dirjen Pajak dapat
menetapkan KPP tempat WP terdaftar.
|
||||||||
A.
Tempat pendaftaran WP Orang Pribadi pengusaha tertentu
”Dirjen Pajak dapat menetapkan
tempat pendaftaran pada kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal dan kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha
dilakukan, bagi WP Orang Pribadi pengusaha tertentu.” (Pasal 2 ayat 3 huruf b
UU KUP)
WP Orang Pribadi pengusaha tertentu, yaitu WP
orang pribadi yang mempunyai tempat usaha tersebar di beberapa tempat,
misalnya pedagang elektronik yang mempunyai toko di beberapa pusat
perbelanjaan, di samping wajib mendaftarkan diri pada kantor DJP yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal WP, juga diwajibkan mendaftarkan diri pada kantor
DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha WP dilakukan.
|
||||||||
B. Tempat pelaporan usaha.
WP sebagai PKP melaporkan usahanya
ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha WP atau ke KPP
tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
|
||||||||
Penerbitan
NPWP dan/atau Pengukuhan PKP secara jabatan.
|
||||||||
Ketentuan mengenai penerbitan
NPWP secara jabatan dan pengukuhan PKP secara jabatan diatur dalam Pasal 2 ayat (4) UU
KUP, yang berbunyi :
“Dirjen Pajak menerbitkan NPWP dan/atau mengukuhkan PKP secara jabatan
apabila WP atau PKP tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan/atau ayat (2).”
Penerbitan NPWP
dan/atau pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan apabila berdasarkan data
yang diperoleh atau dimiliki oleh Dirjen Pajak ternyata Orang Pribadi atau
Badan atau Pengusaha tsb. telah memenuhi syarat untuk memperoleh NPWP
dan/atau dikukuhkan sebagai PKP.
“Kewajiban perpajakan bagi WP yang
diterbitkan NPWP dan/atau yang dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan dimulai sejak saat WP memenuhi persyaratan
subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya NPWP dan/atau
dikukuhkannya sebagai PKP”. (Pasal 2 ayat (4a) UU KUP
Misalkan terhadap WP
diterbitkan NPWP secara jabatan pada tahun 2008, maka kewajiban perpajakannya
dihitung sejak tahun 2003 sepanjang memenuhi persyaratan subjektif dan
objektif berdasarkan data yang ada.
|
||||||||
Sanksi
berkaitan dengan kewajiban mendaftarkan diri dan melaporkan usaha.
|
||||||||
Sanksi berkaitan dengan tidak dipenuhinya kewajiban mendaftarkan diri
dan melaporkan usahanya dapat berupa sanksi administrasi atau sanksi pidana.
Sanksi administrasi adalah berupa bunga 2% per
bulan paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan
diterbitkannya SKP KB sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat 2 UU KUP.
Sanksi pidana diatur pada pasal 39 ayat 1 huruf
a dan b yang berbunyi:
“Setiap orang yang dengan sengaja : a. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP
atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP; b.
menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP; sehingga
dapat menimbul kan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 6 (enam)
bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4
(empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.”
Pidana tersebut ditambahkan 1 (satu) kali
menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak
pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak
selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan (Pasal 39 ayat 2 UU KUP).
Dalam Pasal 39 ayat 3 dinyatakan bahwa setiap
orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan
atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP, dalam rangka mengajukan
permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama
2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang
dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling
banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi
atau pengkreditan yang dilakukan.
|
||||||||
Penghapusan
NPWP dan Pencabutan Pengukuhan PKP.
|
||||||||
Penghapusan NPWP adalah tindakan menghapus NPWP dari tata usaha KPP.
|
||||||||
Penghapusan NPWP hanya ditujukan untuk
kepentingan tata usaha perpajakan, dan tidak menghilangkan kewajiban
perpajakan yang harus dilakukan WP yang bersangkut an. Berdasarkan Pasal 2
ayat 6 UU KUP dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008,
penghapusan NPWP dilakukan apabila :
|
||||||||
A.
|
diajukan permohonan penghapusan
NPWP oleh :
|
|||||||
1)
|
WP dan/atau ahli warisnya karena
WP sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
|
|||||||
2)
|
WP Badan dalam rangka likuidasi atau pembubaran karena penghentian atau
penggabungan usaha;
|
|||||||
3)
|
Wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat
perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; atau
|
|||||||
4)
|
WP BUT menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; atau
|
|||||||
B.
|
dianggap perlu oleh Dirjen Pajak untuk menghapuskan NPWP dari WP yang
sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
|
|||||||
Penghapusan NPWP bagi wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan
menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan dapat
dilakukan dalam hal suami dari wanita tersebut telah terdaftar sebagai WP.
|
||||||||
Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (7) UU KUP
dinyatakan bahwa “Dirjen Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan
keputusan atas permohonan penghapusan NPWP dalam jangka waktu 6 (enam) bulan
untuk WP Orang Pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk WP Badan, sejak
tanggal permohonan diterima secara lengkap.”
Apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan
Dirjen Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan penghapusan NPWP itu
dianggap dikabulkan, dan Dirjen Pajak harus menerbitkan surat keputusan
penghapusan NPWP dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir (Per.Menkeu 20/2008).
Penghapusan NPWP dilakukan apabila utang pajak
telah dilunasi atau hak untuk melakukan penagihan telah daluwarsa, kecuali
dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa utang pajak tersebut tidak dapat atau
tidak mungkin ditagih lagi, antara lain karena :
|
||||||||
a)
|
WP Orang Pribadi meninggal dunia dan tidak
meninggalkan warisan serta tidak mempunyai ahli waris atau ahli waris tidak
dapat ditemukan; atau
|
|||||||
b)
|
WP tidak mempunyai harta kekayaan.
|
|||||||
Pencabutan Pengukuhan PKP.
|
||||||||
“Dirjen Pajak karena
jabatan atau atas permohonan WP dapat melakukan pencabutan pengukuhan PKP”.
(Pasal 2 ayat 8 UU KUP)
|
||||||||
Pencabutan Pengukuhan
PKP hanya ditujukan untuk kepentingan tata usaha perpajakan, dan tidak
menghilangkan kewajiban perpajakan yang harus dilakukan PKP ybs. Pencabutan
pengukuhan PKP dapat dilakukan karena jabatan atau atas permohonan WP.
Selanjutnya pasal 2
ayat (9) UU KUP mengatakan “Dirjen Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus
memberikan keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan PKP dalam jangka
waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap”.
Apabila jangka waktu
tersebut telah lewat, Dirjen Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka
permohonan Pencabutan Pengukuhan PKP dianggap dikabulkan dan surat keputusan
mengenai Pencabutan PKP harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1
(satu) bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir. (Peraturan Menteri Keuangan Nomor
20/PMK.03/2008).
Pencabutan Pengukuhan
PKP tersebut dapat dilakukan dalam hal :
|
Dulu waktu jamannya kuliah, mata kuliah yg tersulit dan termales menurutku ya KUP, selain karena penuh aturan (hukum...
KUP: NPWP
About author: Galih Ardin
Cress arugula peanut tigernut wattle seed kombu parsnip. Lotus root mung bean arugula tigernut horseradish endive yarrow gourd. Radicchio cress avocado garlic quandong collard greens.
Related Posts
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar: