Oleh: Galih Ardin Dipublikasikan : pajak.go.id Peringatan kemerdekaan Indonesia ke-76 baru saja kita lewati. Bagi bangsa Indonesia, kemerdek...

Merdeka dalam Perspektif Ekonomi dan Perpajakan

Oleh: Galih Ardin
Dipublikasikan : pajak.go.id

Peringatan kemerdekaan Indonesia ke-76 baru saja kita lewati. Bagi bangsa Indonesia, kemerdekaan yang diperingati setiap tanggal 17 Agustus mempunyai arti yang penting dan mendalam sebagai tonggak sejarah lahirnya sebuah negara baru yang merdeka dan berdaulat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemerdekaan dapat diartikan sebagai keadaan atau hal yang berdiri sendiri, bebas, lepas, tidak terjajah lagi, dan sebagainya.

Namun demikian, dalam perspektif ekonomi, peringatan kemerdekaan kali ini juga dapat dimaknai sebagai kemerdekaan ekonomi dari gulita resesi. Bagaimana tidak, beberapa pekan sebelum peringatan kemerdekaan, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester kedua tahun 2021 mencapai 7,07% yoy.

Menurut Kepala BPS Margo Yuwono, capaian ini merupakan yang tertinggi semenjak tujuh belas tahun terakhir sekaligus menandai kebangkitan bangsa Indonesia dari jurang resesi ekonomi yang telah berlangsung sejak kemunculan pandemi Covid-19.

Apabila kita tengok lebih dalam, ternyata fenomena bouncing back pertumbuhan ekonomi ini tidak lepas dari kebijakan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang salah satunya mencakup kebijakan perpajakan.

Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor (PMK) 82/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019, pemerintah memberikan berbagai insentif diantaranya:

  • Insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), 
  • Insentif PPh Pasal 22 Impor dibebaskan,
  • Insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25,
  • Insentif PPh Final usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) DTP, serta
  • Insentif pengembalian pendahuluan pajak pertambahan nilai (PPN) dipercepat.
  • Selain itu, melalui PMK Nomor 20/PMK.03/2021 tentang Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Tertentu Yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021, pemerintah memberikan pembebasan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) atas pembelian mobil dengan kriteria tertentu.

Tujuan dari insentif pajak ini jelas, yaitu untuk mendorong konsumsi rumah tangga kelas menengah ke atas yang pada akhirnya dapat menggairahkan kondisi ekonomi.

Selanjutnya, melalui PMK Nomor 21/PMK.03/2021 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Unit Hunian Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021, pemerintah juga memberikan insentif pembebasan PPN terhadap pembelian rumah tapak. Menurut Menteri Perindustrian Agus Gumiwang, pemberian insentif ini memberikan dampak positif berupa kenaikan penjualan sektor properti sebesar 20%.

Oleh karenanya, pemerintah memperpanjang insentif PPN DTP ini sampai dengan bulan Desember 2021 dengan diterbitkannya PMK  Nomor 103/PMK.03/2021 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Unit Hunian Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021.

Melalui serangkaian insentif tersebut, pemerintah berharap dapat membantu ketahanan pelaku usaha di masa sulit sekaligus mendongkrak daya beli masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19.

Strategi tersebut rupanya menampakkan hasil di semester kedua tahun 2021 ini. BPS mencatat bahwa 6 dari 10 industri mengalami pertumbuhan positif. Bahkan, sektor transportasi udara mengalami pertumbuhan sebesar 137% di mana sektor tersebut merupakan salah satu sektor penerima insentif perpajakan.

Di sisi lain, sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor pada kuartal kedua tahun 2021 ini mampu tumbuh sebesar 9,44%. Padahal pada kuartal pertama tahun 2021 atau sesaat sebelum insentif pembebasan PPnBM diterbitkan, pertumbuhan sektor ini masih terkontraksi sebesar -1,23%.

Lebih lanjut, menurut Menteri Perindustrian penjualan mobil pada kuartal kedua tahun 2021 melesat sebesar 758% dibandingkan angka penjualan periode yang sama tahun sebelumnya. 

Begitu halnya dengan sektor real estate yang mampu tumbuh sebesar 2,82% pada kuartal kedua tahun 2021. Padahal pada kuartal pertama tahun yang sama, sektor ini hanya mampu tumbuh sebesar 0,94%. Pertumbuhan sektor properti ini disebabkan karena adanya insentif PPN DTP atas penjualan rumah tapak baru yang berlaku pada awal kuartal kedua tahun 2021.

Dari perspektif wajib pajak, kita juga dapat mengetahui bahwa insentif pajak yang diberikan sangat membantu ketahanan usaha wajib pajak. Berdasarkan survei yang dilakukan Kementerian Keuangan, diketahui bahwa dua per tiga wajib pajak menyatakan bahwa insentif perpajakan membantu relaksasi kemampuan keuangan wajib pajak pada masa pandemi. Selain itu, berdasarkan survei tersebut juga diketahui bahwa jumlah stimulus yang dimanfaatkan wajib pajak berbanding lurus dengan tingkat optimisme pengusaha. 

Lebih lanjut, berdasarkan analisis data administratif yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak juga diketahui bahwa wajib pajak yang memanfaatkan insentif perpajakan cenderung memiliki tingkat penjualan dalam negeri, ekspor, pembelian dalam negeri dan impor pada tingkat yang lebih baik dari pada wajib pajak yang tidak memanfaatkan insentif perpajakan. Sedangkan wajib pajak yang memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 umumnya melakukan pengurangan karyawan yang lebih sedikit dibandingkan dengan pelaku usaha yang tidak memanfaatkan insentif perpajakan.

Sampai tahap ini kita dapat mengetahui bahwa secara umum insentif perpajakan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Perubahan ini sudah selayaknya kita dukung dengan cara memanfaatkan ruang insentif yang diberikan dengan sebaik–baiknya. Karena dengan memanfaatkan insentif yang diberikan, berarti kita telah berkontribusi dalam mempercepat pemulihan ekonomi nasional.

Oleh karena itu, tidak salah jika kita menyebut bahwa momentum kemerdekaan dalam perspektif ekonomi dan perpajakan dapat dimaknai sebagai kemerdekaan dari belenggu resesi ekonomi dengan cara mengikuti ketentuan perpajakan dan memanfaatkan fasilitas perpajakan dengan sebaik–baiknya untuk percepatan pemulihan ekonomi nasional.

 

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

0 komentar: