By Galih Ardin   Published by: Kemenkeu Pada minggu lalu, tepatnya pada tanggal 12 Januari 2021, Presiden Joko Widodo menjalani vaksinasi Co...

Public Private Partnership: Salah Satu Solusi Pengadaan Vaksin Covid 19

By Galih Ardin
 Published by: Kemenkeu

Pada minggu lalu, tepatnya pada tanggal 12 Januari 2021, Presiden Joko Widodo menjalani vaksinasi Covid-19. Vaksinasi terhadap presiden ini merupakan sebuah langkah besar dalam penanganan covid 19 di Indonesia karena vaksinasi terhadap orang nomor satu di Indonesia ini juga menandai dimulainya vaksinasi masal terhadap seluruh rakyat Indonesia. Meskipun vaksinasi akan dilakukan secara bertahap, paling tidak hal ini merupakah sebuat titik terang dalam gulita badai Covid-19 di Indonesia. 
 

Guna mendukung program vaksinasi ini, maka melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-28/PMK.03/2020 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PMK-148/PMK.03/2020, Kementerian Keuangan telah memberikan fasilitas berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditanggung pemerintah dan PPN tidak dipungut atas importasi dan penyerahan vaksin maupun bahan baku untuk produksi vaksin. Selain itu, melalui peraturan ini pemerintah juga membebaskan pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 impor terhadap impor vaksin dan bahan baku vaksin yang dilakukan oleh instansi pemerintah, badan usaha tertentu dan badan usaha yang bergerak dalam bidang farmasi. Dengan adanya peraturan ini, pemerintah berharap vaksin akan tersedia dengan cepat, mudah dan murah di Indonesia.
 
Di samping itu, para pengusaha pun menyatakan komitmennya untuk siap mensukseskan program vaksinasi nasional dengan cara memberikan vaksin kepada karyawan, memberikan bantuan distribusi vaksin ke daerah terpencil dan memberikan vaksin kepada masyarakat sebagai bentuk corporate social responsibility (CSR). Mengutip dari CNN Indonesia (2021), Ketua Umum Asosiasi Pengusaha (Apindo) Bidang Hubungan Internasional, Shinta W. Kamdani, mengungkapkan bahwa pengusaha nasional siap memberikan bantuan kepada pemerintah dalam program vaksinasi nasional karena para pengusaha menilai bahwa vaksin merupakan salah satu katalis pemulihan ekonomi. 
 
Guna menyambut niat baik para pengusaha ini, pada dasarnya pemerintah dapat membentuk public private partnership (PPP) atau Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) misalnya dalam bentuk kemudahan regulasi dan pembentukan konsorsium. Kerjasama antara pemerintah dengan pihak swasta ini selain akan mempercepat program vaksinasi yang dicanangkan pemerintah juga akan mengurangi beban pemerintah dalam penyediaan vaksin.
 
Kemudahan regulasi dalam public private partnership ini penting karena pengusaha menginginkan adanya kepastian hukum sebelum melakukan kerjasama dengan pemerintah dalam pengadaan vaksin. Salah satu kemudahan regulasi dalam bidang perpajakan yang dapat ditawarkan oleh pemerintah dalam hal ini adalah dengan memberikan pengaturan biaya vaksinasi sebagai biaya yang dapat dikurangkan dalam penghasilan bruto perusahaan. Sebagaimana diketahui bahwa, pada dasarnya pengusaha dapat menggunakan natura sebagai pengurang penghasilan bruto dengan persyaratan tertentu. Natura adalah penghasilan yang diberikan oleh pemberi kerja kepada karyawannya namun tidak dalam bentuk uang. Misalnya fasilitas kendaraan, pengobatan, makanan, dll. Namun kemudian muncul pertanyaan, apakah biaya vaksinasi merupakan salah natura yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto?



Untuk menjawab pertanyaan ini, kita dapat melihat peraturan yang saat ini berlaku. Melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK-167/PMK.03/2018, pemerintah mengatur bahwa pada dasarnya hanya ada tiga jenis natura yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, yaitu pertama, pemberian atau penyediaan makanan dan / atau minuman bagi seluruh pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan. Kedua, penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu dalam rangka menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah tersebut. Ketiga, pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya.
 
Dari definisi natura di atas, maka kita melihat bahwa kegiatan vaksinasi yang akan dilakukan oleh pengusaha tidak termasuk dalam definisi pertama maupun  kedua sebagaimana di atas, sehingga yang paling mendekati vaksinasi adalah definisi sebagaimana dimaksud definisi ketiga yaitu pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja. Namun demikian, dalam Pasal 5 PMK-167/PMK.03/2018 mengatur lebih lanjut bahwa pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan hanya terbatas pada penyediaan pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan, sarana antar jemput pegawai, pengaman untuk awak kapal dan yang sejenisnya dan/atau kendaraan yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya.
 
Oleh sebab itu, maka kita dapat menyimpulkan bahwa pada dasarnya biaya vaksinasi bukan merupakan natura yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Oleh karena itu, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan perlu merubah ketentuan dalam PMK-167/PMK.03/2018 apabila ingin mengakomodir niat pengusaha dalam mendukung program vaksinasi nasional. Namun begitu, pemerintah juga harus hati–hati dalam mempertimbangkan opsi tersebut karena pengurangan biaya vaksinasi terhadap penghasilan bruto tentunya akan mengurangi jumlah penghasilan kena pajak yang pada akhirnya akan mengurangi jumlah penerimaan PPh Badan.
 
Berdasarkan data Kompas (2020) diketahui bahwa BioFarma telah menetapkan harga vaksin Covid-19 Sinovac sekitar Rp200 ribu per dosis. Sebagai perbandingan, Moderna, salah satu produsen vaksin yang berbasis di Amerika yang digadang - gadang sebagai salah satu vaksin yang ampuh mengatasi Covid-19, telah mematok harga vaksinnya sebesar 37 dollar US atau sebesar Rp526 ribu. Sedangkan Pfizer/BioNTech memasarkan vaksinnya dengan harga 20 dollar US atau sebesar Rp283 ribu. 
 
Di lain pihak, dikutip dari Kontan (2020) diketahui bahwa sampai dengan bulan Agustus 2020, jumlah pekerja atau peserta BJPS ketenagakerjaan yang berhak menerima subsidi upah dari pemerintah adalah sebesar 15,7 juta pekerja. Pekerja ini adalah karyawan yang mempunyai penghasilan kurang dari Rp5 juta dalam satu bulan. Apabila kita mengasumsikan bahwa pengusaha akan melakukan vaksinasi terhadap karyawannya yang mempunyai gaji kurang dari Rp5 juta dan harga vaksin yang digunakan adalah Rp200 ribu per dosis maka total biaya vaksinasi yang dikeluarkan oleh seluruh pengusaha terhadap 15,7 juta pekerjanya adalah sebesar Rp3,14 trilliun. Selanjutnya, apabila biaya ini dikurangkan dalam penghasilan bruto PPh Badan maka akan menghasilkan penurunan PPh Badan sebesar Rp628 miliar dengan asumsi tarif PPh Badan adalah sebesar 20% (Ardin, 2021). 
 
Sampai di titik ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa pengurangan biaya vaksin terhadap penghasilan bruto paling tidak akan mengurangi penerimaan PPh Badan sebesar Rp628 milliar. Namun di sisi lain, usaha vaksinasi oleh pengusaha disamping akan mempercepat program vaksinasi itu sendiri juga akan mengemat pengeluaran negara sebesar Rp3,14 trilliun. 
 
Dari sisi kelembagaan, pembentukan public private partnership ini sebenarnya sudah diatur dalam Perpres 28 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Peraturan tersebut antara lain mengatur bahwa pemerintah dapat mengadakan kerjasama dengan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur baik infrastruktur ekonomi maupun infrastruktur sosial termasuk infrastruktur kesehatan. Di samping itu, kerjasama antara pemerintah dengan pihak swasta tersebut dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip kemitraan, kemanfaatan, bersaing, pengendalian, efektif dan efisien. 
 
Berdasarkan uraian Perpres 28 tahun 2015 tersebut kita dapat melihat bahwa pada dasarnya Perpres tersebut sudah cukup komprehensif dalam mengatur skema public private partnership. Namun demikian, karena sifat kegawatdaruratan kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia, kami berpendapat bahwa pemerintah perlu mengatur secara tersendiri mengenai skema public private partnership dalam penyediaan vaksin, bahan baku pembuatan vaksin maupun distribusi vaksin ke daerah pelosok Indonesia.
 
Oleh karena itu, pilihan terbaik yang dapat diambil oleh pemerintah saat ini dalam usaha vaksinasi nasional adalah dengan melibatkan pihak pengusaha dalam bentuk public private partnership namun tetap diimbangi dengan transfer knowledge, supervisi dan kemudahan regulasi. Pada akhirnya, kita berharap semoga pandemi ini cepat berakhir dan kondisi perekonomian di Indonesia pulih seperti sedia kala.

0 komentar: